Sabtu, 12 Januari 2013

Sosiologi: Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan



BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Sosiologi, sebagai ilmu sosial berdiri sendiri menjadi ilmu pengetahuan mendekati akhir abad ke 19.  Karena sebagai ilmu, sosiologi bersifat empiris dan teoritis.  Sebagai syarat bagi sebuah ilmu untuk menjadi ilmu pengetahuan.
Ilmuan membuat ilmu sosiologi karena manusia sebagai objek hidup ternyata dapat dipelajari.  Dan semakin lama perkembangan keilmuan ini semakin berjalan maju dan pesat.  Sosiologi masuk ke indonesia pada masa kemerdekaan dan dipopulerkan oleh selo soemardjan di universitas indonesia.  Yang kemudian hari universitas ini membuka jurusan sosiologi di fakultas ilmu sosial dan membuat sosiologi semakin dikenali di indonesia.
Manusia mempelajari sosiologi karena beraneka ragamnya kebudayaan dan cara hidup manusia dan masyarakat.  Dan membuat ilmu ini dipelajari oleh berbagai profesi yang mengedepankan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai sebuah sarana untuk mengenali manusia sebagai klien mereka.
Dalam dunia keperawatan, yang hampir keseluruhannya bertujuan untuk melayani hidup satu manusia atau lebih.  Memerlukan ilmu ini sebagai salah satu pendukung keahlian dalam profesinya.  Sosiologi mempelajari tata cara hidup masyarakat, dan perawat bertugas memberikan asuhan keperawatan dalam rangka memnuhi kebutuhan dasar manusia pasiennya.
Suatu kajian dalam ilmu sosiologi berupa nilai-nilai budaya dan norma sosial, perlu dipelajari oleh seorang perawat.  Karena saat ia berinteraksi dan melakukan proses keperawatan kepada pasiennya, ia harus memperhatikan nilai budaya dan norma yang dipegang pasiennya ataupun dirinya sendiri.  Agar pemenuhan kebutuhan pasiennya dapat terlaksana dengan baik. Dan tidak terjadi kesalahan presepsi antara keduanya.
I.2. Tujuan Penulisan
Erat kaitananya antara sosiologi yang mempelajari manusia dan masyarakat, juga dunia keperawatan yang melayani hidup seorang manusia atau lebih.  Keduanya secara deduktif-induktif terikat satu sama lain.  Sosiologi menjadi ilmu sosial yang layak dipelajari di dunia keperawatan.
Nilai-nilai budaya dan norma sosial sebagai tata cara dan aturan yang dijunjung tinggi manusia –indonesia khususnya- dihormati dan sangat dikejar sebagai value atau kebenaran membuat hal ini manjadi police area bagi seorang perawat, karena jika kita tidak berhati-hati atau mengabaikan nilai dan norma seorang manusia dan masyarakat, kemungkinan sangat besar mendapatkan hambatan pada saat melakukan proses keperawatan. Oleh karena itu, seorang perawat sangatlah penting untuk memahami betul akan keberadaan nilai-nilai budaya seoraang individu ataupun masyarakat.
I.3 Rumusan Masalah
·       Pengertian nilai, budaya, norma dan sosial
·       Definisi dan fungsi nilai-nilai budaya dan norma sosial
·      Sanki  sosial sebagai konsekuensi penyimpangan sosial dari nilai-nilai budaya dan norma sosial.
·       Nilai-nilai budaya dan norma sosial dalam dunia keperawatan.











BAB II
PEMBAHASAN
2.I Pengertian Nilai, Budaya, Norma Dan Sosial
A. Nilai
Nilai menurut W.J.S.Poerwa Darminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia bahwa nilai diartikan:
1.                       Harga (dalam arti taksiran harga),
2.                       Harga sesuatu (misalnya uang), jika diukur atau ditukarkan dengan yang lain
3.                       Angka kepandaian; ponten
4.                       Kadar; mutu; banyak sedikitnya isi,
5.                       Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
Secara definitif, Theodorson (1979;455) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebsb itu, nilai dapat dilihat sebagai pedoman bertindak dan sekaligus sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.
Menurut Koentjaraningrat (1987:85), nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap mulia. Sistem nilai yang ada dalam masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang di miliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia (kluckhohn 1952:392).
Cylde Kluckhohn (1952) mendefinisikan sebagai “konsensi umum yang terorganisasi yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang tentang hal-hal yang di ingini yang mungkin bertalian antara orang dengan lingkungan dan sesama manusia” (manan, 1989:19).
Batasan nilai bisa mengacu pada berbagai hal, seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya (Pepper, dalam Sulaeman, 1998).  Rumusan di atas apabila diperluas akan meliputi seluruh perkembangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai, perilaku yang sempit diperoleh dari bidang keahlian tertentu, seperti dari satu disiplin kajian ilmu.  Di bagian lain, Pepper mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik atau yang buruk.  Sementara itu, Perry (dalam Sulaeman, 1998) mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek.
Ketiga rumusan nilai di atas dapat diringkas menjadi segala sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.
Seseorang dalam melakukan sesuatu terlebih dahulu mempertimbangkan nilai.  Dengan kata lain, mempertimbangkan untuk mengadakan pilihan tentang nilai baik dan buruk adalah suatu keharusan.  Jika seseorang tidak melakukan pilihannya tentang nilai, maka orang lain atau kekuatan luar akan menetapkan  pilihan nilai untuk dirinya.
B. Budaya
 Tergambar dalam kelembagaan  sebuah negara yang bersangkutan (dalam sistem hukum dan lain-lain). Hofstede (1980-1983) meneliti dimensi budaya di 39 negara. Dia mendefinisikan budaya sebagai “the collective programming of the mind which distinguishes the members of one human group from another” dan membagi dimensi budaya menjadi 4 bagian, yaitu sebagai berikut.
1.                       indivudualsm ( lawan dari collectivsm). Individualsm sejauh mana individu mengharapkan kebebasan pribadi. Ini berlawanan dengan collectivsm (kelompok yang di definisikan menerima tanggung jawab dari keluarga, kelompok masyarakat (suku dan lain-lain).
2.                       Power distance. Didefinisikan sebagai jarak kekuasaan antara  atasan “B” dengan bawahan “S”. Dalam hierarki organisasi terdapat perbedaan antara sejauh mana B dapat menentukan prilaku S dan sebaliknya (Hofstede 1983). Pada masyarakat power distance besar, terdapat pengakuan tingkatan di dalam masyarakat dan tidak di perlukan lagi adanya persamaan tingkatan. Sedangkan pada masyarakat pada power distance kecil, tidak mengakui adanya perbedaan dan membutuhkan persamaan tingkatan di dalam masyarakat.
3.                       Uncertainty avoidance. Ketidakpastian mengenai masa depan adalah sebagai dasar kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tingkat ketidakpastiannya tinggi akan mengurangi dampak ketidakpastian dengan teknologi, peraturan, dan ritual. Sedangkan masyarakat dengan tingkat menghindari ketidakpastian yang rendah akan bersikap lebih santai, sehingga praktik lebih bergantung pada prinsip dan penyimpangan akan lebih bisa ditoleransi.
4.                       Masculinity vs feminity. Nilai masculine menekankan pada nilai kinerja dan pencapaian yang tampak, sedangkan feminin lebih pada preferensi kualitas hidup, hubungan persaudaraan, modis, dan peduli pada yang lemah.

Empat dimensi budaya di atas mengidentifikasi nilai dasar yang mencoba untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan budaya secara umum di seluruh dunia. Hofstede dan Bond (1988) menambahkan dimensi budaya kelima, yaitu confucian dynamism, yang kemudian dinamakan dengan orientasi jangka panjang. Hofstede (2001) mendefinisikan orientasi jangka panjang sebagai gambaran masa datang yang berorientasi pada reward  dan punishment. Dimensi inin diciptakan ketika melakukan survei terhadap budaya cina yang mungkin mewakili perbedaan antara budaya barat dan timur.
C. Norma
Norma adalah peraturan-peraturan yang disertai oleh sanksi-sanksi yang merupakan faktor pendorng bagi individu atau pun kelompok masyarakat untuk mencapai ukuran nilai-nilai sosial tertentu yang dianggap terbaik untuk dilakukan. Nilai dan norma tidak dapat dipisahkan: nilai dan norma selalu berkaitan.  Bedanya secara umum, norma mengandung sanksi yang relatif tegas terhadap pelanggarnya.
Menurut Alvin L.Bertrand mndefinisikan norma sebagai suatu standar tingkah laku yang terdapat didalam semua masyarakat. Merupakan suatu bagian dari kebudayaan non materi, norma-norma tersebut menyatakan konsepsi-konsepsi teridealisasi dari tingkah laku. Sudah barang tentu, memang benar bahwa tingkah laku erat hubungannya dengan apa yang menurut pendapat seseorang itu benar atau baik, walaupun begitu, tingkah laku yang sebenarnya dipandang sebagai suatu aspek dari organisasi sosial.
Norma sebagai salah satu perwujudan kebudayaan dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda, mulai dari norma yang tergolong lemah sampai dengan norma yang tergolong kuat.   Secara sosiologis, ada empat jenis norma yang memiliki kekuatan mengikat, yaitu cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores) dan adat istiadat ( custom) urutan paling bawah menunjukan norma yang paling kuat.

2.2 Definisi Dan Fungsi Nilai-Nilai Budaya Dan Norma Sosial
Nilai budaya merupakan konsep yang berluang lingkup luas, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian itu satu sama lain berkaitan dan merupakan sebuah sistem. Sistem ini menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional. Oleh sebab itu, nilai di samping merupakan pedoman, juga sekaligus merupakan tujuan.
Sedangkan definisi dari norma sosial adalah aturan yang berlaku di dalam masyarakat yang disertai dengan sanksi bagi individu atau kelompok bila melanggar, bentuknya bisa berupa teguran, denda, pengucilan dan hukuman fisik.

A.    Fungsi Nilai Budaya
George england melihat ada dua fungsi nilai budaya, yaitu penyalur perilaku (behavior channeling) dan penyaring persepsi (perceptual sceening). Yang dimaksud dengan penyaring persepsi adalah seseorang yang menggunakan pemahamannya tentang nilai untuk mengukur nilai sebuah perilaku, apakah nilai itu sejalan dengan nilai panutan masyarakat atau tidak. Misalnya saja, tidak mungkin seorang tenaga kesehatan memberikan terapi urin bagi masyarakat pesantren islam yang memandang bahwa status urine itu adalah najis. Kemampuan perawat untuk mengambil kebijakan untuk tidak melakukan terapi urin merupakan bentuk nyata dari pemahaman terhadap nilai sebagai saringan berbagai persepsi dan perilaku di masyarakat.
Dengan memahami nilai budaya seorang tenaga kesehaan apat berusaha keras untuk menunjukkan perilakunya supaya sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat. Misalnya saja kalau seorang calon tenaga meds ditugaskan dimasyarakat yang taat beragama, maka dia harus berusaha untuk menunjukkan penghargaan terhadap nilai agama yang berlaku tersebut, baik baik tutur kata, pakaian, maupun dalam praktik pelayanan kesehatan itu sendiri. Sehingga pada akhirnya, nanti saat akan memberikan pelayanan kessehatan, si perawat teersebut dapat menggunakan pola pikir nilai budaya masyarakat untuk menyusun kerangka pelayanan kesehatan.
B.     Macam Norma Sosial
Nilai dan norma sosial berkaitan walaupun keduanya dapat dibedakan.  Nilai merupakan sesuatu yang baik, diinginkan, dicita-citakan, dan dianggap penting oleh  masyarakat, maka norma merupakan kaidah atau aturan berbuat dan berprilaku untuk mewujudkan cita-cita itu.  Norma dapat disebut sebagai cara-cara berperilaku dalam kehidupan sosial yang disetujui guna mencapai nilai-nilai tertentu.  Jenis atau penggolongan norma dapat dibedakan menjadi beberapa macam jika dilihat dari sudut pandang umum sampai sejauh mana tekanan norma diberlakukan oleh masyarakat, yaitu sebagai berikut:
1.      Norma Cara (usage)  cara mengacu pada suatu bentuk perbuatan, yang lebih menonjolkan pada hubungan antarindividu, penyimpangan pada cara, tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi hanya sekedar cemoohan, celaan, dan ejekan.  Contohnya makan dan minum.
2.      Norma Kebiasaan (folkways), kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara (usage).  Merupakan perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk sama karena banyak orang yang menyukai perbuatan itu. Mengikat lebih besar, penyimpangan kebiasaan mengakibatkan sanksi (celaan, hukuman ringan). Contohnya adalah kebiasaan menghormat.
3.      Tata Kelakuan (morse) apabila kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku saja, tetapi diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan tadi menjadi tata kelakuan.  Seperti tata kelakuan berdasarkan ajaraan agama (akhlak), filsafat, dan kepercayaan.  Contohnya tata kelakuan anak pada orang tua, maka kewajiban anak adalah menghormati orang tua.  Fungsi tata kelakuan adalah sebagai berikut:
·         Memberi batas-batas pada perilaku individu.
·         Mengidentifikasi individu dengan kelompoknya.
·         Menjaga solidaritas antaranggota masyarakat.  
4.      Norma Adat Istiadat (custom), yaitu tata kelakuan yang kekal dan terintegrasi kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat.  Contoh, pengucilan atau membayar denda.
5.      Norma Hukum, adalah aturan yang berisi perintah, kewajiban, dan larangan agar tercipta suatu ketertiban dan keadilan masyarakat. Bisa dalam bentuk tertulis dan tak tertulis.
6.      Norma Mode (fashion), yaitu cara atau gaya dalam melakukan dan membuat sesuatu yang sifatnya berubah-ubah namun diikuti banyak orang. Contohnya cara berpakaian, potongan rambut, tarian, mode baju, dan lainnya.
7.      Norma resmi dan tidak resmi.  Norma resmi adalah patokan yang dirumuskan dan diwajibkan dengan jelas dan tegas oleh yang berwenang kepada semua warga masyarakat.  Norma tidak resmi adalah patokan yang dirumuskan secara tidak jelas dan pelaksanaannya tidaak diwajibkan bagi warga negara yang bersangkutan.
8.      Norma-norma utama berdasarkan kekuatan sanksinya:
·         Norma agama adalah suatu petunjuk hidup yang berasal dari Allah SWT bagi penganutnya agar mereka mematuhi segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.  Jika melanggar makan sanksinya akan berdosa.
·         Norma kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia dan dianggap sebagai tuntutan pergaulan sehari-hari sekelompok masyarakat.
·         Norma kelaziman adalah tindakan manusia mengikuti kebiasaan ini dianggap baik, patut, sopan, dan sesuai dengan tata krama.
·         Norma kesusilaan adalah pedoman yang mengandung makna dan dianggap penting untuk kesejahteraan masyarakat.  Penyimpangan norma ini dianggap salah satu tindakan buruk, sehingga bagi orang yang melakukannya akan mendapatkan ejekan atau sindiran.
C.     Urgensi Memahami Nilai Dan Norma Dalam Praktik Pelayanan Kesehatan
Etika keperawatan adalah nilai-nilai dan prinsip yang diyakini oleh profesi keperawatan dalam melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan pasien, dengan masyarakat, hubungan perawat dengan teman sejawat, maupun dengan organisasi profesi dan juga dalam pengaturan praktik keperawatan itu sendiri (Berger dan Williams, 1999). Bagi profeesi keperawatan etika keperawatan merupakan suatu ajuan dalam melaksanakan praktik keperawatan. Etika keperawatan berguna untuk pengawasan terhadap kompetensi profesional, tanggung jawab, dan untuk pengawasan umum dari nilai positif  profesi keperawatan (Berger dan Williams, 1999). Prinsip-prinsip etika ini oleh profesi keperawatan secara formal dituangkan dalam suatu kode etik yang merupakan komitmen profesi keperawatan akan bertanggungjawab dan sistem kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat.
Pertama, seorang perawat tidak membeda-bedakan pasien. Prinsip tersebut merupakan prinsip keperawatan untuk memberikan pelayanan kesehatan tana melakukan diskriminasi, hal ini sesuai dengan prinsip menghargai individu sebagaiman adanya tapa membedakan agama, suku, ras, bangsa, dan sebagainya, serta bersikap adil bagi semua pasien yang menjadi tanggungajawab.dalam memberikan pelayanan perawat tidak diskriminatif, melainkan memberikan bantuan secara adil sesuai dengan keperluan pasien dengan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum. Dalam konteks ini prinsip keadilan diterapkan, yaitu tidak membeda-bedakan pasien dan memastikan pasien mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan.
Kedua, mendapatkan persetujuan melakukan tindakan. Persetujuan tersebut merupakan prinsip perawat saat akan melakukan suatu tindakan. Sebelum melakukan tindakan, maka perawat memberitahukan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. Hal ini sesuai denagn prinsip menghargai pasien sebagai orang yang bermatabat dam mampu untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri.
Pemberian kebebasan untuk memilih tindakan yang akan dilakukan ini merupakan prinsip moral dari otonomi dan kewajiban untuk menghormati inividu sebagai pribadi yang mandiri dalam peangambulan keputusan karena prinsip inni merupakan prinsip yang utama dalam etika. Kebebasan merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia. Dengan kebebasan yang dimiliki, manusia merupakan makhluk mandiri yang dapat menentukan dan mengambil sikapnya sendiri.
Ketiga, mengakui otonomi pasien. Oleh karena itu, seorang perawat perlu mengedepankan pengakuan bahwa pasien/ keluarga berhak menolak tindakan dengan menandatangani pernyataan penolakan tindakan. Hal ini sesuai denagn prinip menghormati pribadi yang mempuyai otonomi. Sebagai individu, disamping bebas menentukan atau memilih tindakan yang akan dilakukan, maka pasien dan keluarga berhak pula menolak suatu tindakan yang akan dilakukan kepadanya, maka tidak boleh memaksakan suatu indakan kepada orang lain. Karena memaksakan suatu kehendak kepada orang lain berarti mengabaikan martabatnya sebagai manusia yang saggup untuk mengambil sikapnya sendiri. Pada dasarnya hal ini merupakan pelaksanaan perinsi anatomi yang dalam bentuk nyatanya adalah pemberian informadd consent. Pada pelaksanaan informad consent ini maka perawat memberi penjelasan dengan lengkap dengan caradan bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien. Informasi yang diberikan semata-mata agar pasien atau keluarga mengerti tentang prosedur dari suatu tindakan, mampu mencerna dengan baik informasi yang diberikan, dan akhirnya mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan yang mereka inginkan.
 Keempat, mendahulukan tindakan sesuai prioritas masalah. Prinsip ini merupakan cara berpikir yang kritis untuk memutuskan tindakan-tindakan yang penting.,terutama yang mengancam jiwa, memerlukan penanganan segera untuk menyelamatkan pasien. Dengan cara berpikir yang demikian, mak perawat dapat menyusun prioritas masalah. Dengan mendahulukan tindakan sesuai dengan prioritas masalah, tentunya perawat juga mempertimbangkan tindakan yang terbaik bagi pasien yang dirawatnya dengan memperhitungkan.
Prinsip melakukan tindakan sesuai dengan prioritas masalah ini juga menekankan untuk bersikap adil terhadap pasien dengan tidak membedakan pasien berdasarkan status yang menyertainya, tetapi dapat pula terdeteksi adanya suatu masalah lebih dini sehingga dapat mencegah terjadinya ondisi yang lebih buruk atau mencegah terjadinya hal yang membahayakan.
Kelima, melakukan tindakan untuk kebaikan, mehindari hal yang membahayakan. Prinsip ni merupakan pemahaman yang menyokong dalam keperawata, karena area layanan keperawatan adalah manusia dengan kondisi yang memerlukan bantuan atau dalam kondisi menderita.
Terkandung dalam prinsip ini adalah menghindari kemugkinan kehilangan atau kerusakan, melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghindari kerusakan, tindakan yang dilakukan tidak akan menimbulan resiko, keuntungan yang didapat ari tindakan hrus lebih besar dari pada kerigian atau biaya yang digunakan.
Kesimpulan dari pemikiran ini, peran dan fungsi nilai dan norma tersebut dapat dipahami dalam dua kategori, yaitu sebagai tujuan (goal) dan sebagai alat atau sarana (instrumental). Nilai dan norma yang diposisikan sebagai tujuan misalnya, hidup bahagia, hidup sehat, hidup adil, dan hidup makmur. Sedangkan instrumen untuk mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan usaha untuk melakukan sesuatu hal yang mengarahkan pada pencapaian tujuan tersebut. Misalnya untuk mewujudkan hidu sehat maka setiap individu hrus berupaya menjagaasupan nutrisi dan berolahraga. Demkian ula instrumen lainya.
2.3 Sanksi  Sosial Sebagai Konsekuensi Penyimpangan Sosial Dari Nilai-Nilai Budaya Dan Norma Sosial.
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang tercela dan di luar batas toleransi, atau semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
Cara (usage) menunjukan bentuk perbuatan, misalnya cara sedang makan, cara duduk.  Sedangkan penyimpangan dalam cara (usage) ini beraakibat ringan, seprti dianggap tidak sopan.  Misalnya, pada suatu acara makan bersama, ada anggota yang makan dengan mulut berbunyi atau dengan suara sendok garpu yang ramai, hal ini membuat orang lain merasa terganggu sehingga ada anggota lain menegur anggota yang kurang sopan.  Kebiasaan (folkways) adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam cara yang sama.  Ini menunjukan bahwa perbuatan tersebut disukai.  Kebiasaan masyarakat indonesia menghormati orang yang lebih tua dan kebiasaan orang tua bicara terlebih dahulu merupakan contoh norma ini.  Bila kebiasaan (folkways) diterima sebagai aturan oleh masyarakat, disebut mores (tata kelakuan).  Tata kelakuan bersifat sebagai pengawas di dalam masyarakat agar anggota masyarakat menyesuaikan tata kelakuannya dengan tata kelakuan (mores) yang terbentuk.
A.    Macam-macam penyimpangan sosial menurut Lemert
1.      Penyimpangan primer, adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat dan tidak dilakukan terus-menerus sehingga masih dapat ditoleransi masyarakat, seperti melanggar rambu lalu-lintas, buang sampah sembarangan dan lain-lain
2.      Penyimpangan sekunder, yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulangkali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, dan lain-lain.
B.     Jenis perilaku penyimpangan sosial
1.      Penyimpangan individual atau personal adalah suatu perilaku pada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap suatu norma pada kebudayaan yang telah mapan akibat sikap perilaku yang buruk atau terrjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Contoh:
a)      Penyalahgunaan narkoba. Narkoba sebagai psikotropika yang biasa dugunaka untuk tindakan operasi atau obat-obatan tertentu.  Namun kini persepsi itu disalahgunakan akibat pemakaian yang di luar batas dosis.
b)      Pelacuran. Pekerjaan penjualan jasa seksual sangat menyalahi aturan norma dan nilai agama, mereka sering digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum.
c)      Tindak kriminal/kejahatan
d)     Gaya hidup misalnya wanita berpakaian minim di tempat umum, pria beranting, suka berbohong dan sebagainya.
2.      Penyimpangan kolektif adalah suatu perilaku meyimpang yang dilakukan oleh kelompok orang secara bersama-sama dengan melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga menimbulkan keresahan, ketidakamanan, ketidaknyamanan, serta tindak kriminalitas lainnya. Contoh:
a)      Tindak kenakalan. Contoh, seperti aksi kebut-kebutan di jalanan, mendirikan genk motor yang meresahkan, corat-coret tembok milik orang lain dan sebagainya.
b)      Tawuran/perkelahian antarkelompok. Contohnya, tawuran antar pelajar yang menjadi khas tersendiri bagi citra pelajar SMA kota Sukabumi.
c)      Tindak kejahatan berkelompok/komplotan.  Contoh, perampok, perompak, sindikat pencurian kendaraan bermotor.
d)     Penyimpangan budaya.  Penyimpangan yang berupa ketidakmampuan seseorang untuk menyerap budaya yang berlaku, sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat.

C.     Sikap masyarakat terhadap perilaku penyimpangan sosial
1.      Ada yang menganggap penyimpangan tersebut sebagai tren dan perubahan zaman, yang harus diikuti, dinikmati, dan tak perlu ada sikap konfrontatif.
2.      Ada yang menganggap penyimpangan yang terjadi tersebut sebagai peluang dalam mengambil keuntungan materi, dan kesempatan itu hanya sekali.
3.      Ada yang menganggap penyimpangan tersebut sebagai sebuah perubahan nilai ke arah yang negatif dan harus diperbaiki.
D.    Penyimpangan Sosial dalam Praktik Keperawatan
Cara andang terhadap nilai tidakan seorang tenaga medis terus berkembang. Di amerika serikat, perkembangan pergeseran cara pandang pengadilan terhadap praktik kesehatan terasa dalam konteks pemaksaan terhadap tindakan malpraktek. Menirut ann helm (2006:6) pada masa lalu, tindakan penelantaran neglect( tiak dianggap sebagai tindakan malpraktek. Namun  pada masa kini, tindakan tersebut dianggap sebagai bagian dari tindakan malprakttek.
Seiring denagn hal ini, muncul pertanyaan, apa sesungguhnya yang membedakan antara tindakan penelantaran dan tindakan malpraktek? Meurub ann helm, malpraktik adalah tindakan profesional yang salah (wrongful), meninggalan kewajban profesi seenaknya sehngga menimbulkan bahaya pada individu. Standar evaluasi terhadap tingkat malpraktik ini, yaitu adanya indikasi tindakan seorang tenaga kesehatan yang gagal memenuhi standar profesi. Oleh karena itu, ann helm menyebutnya denagn istilah “keeleleian profesional”. Penelantaran (neglect) yaitu kegagalan melakukan tindakan profesi sesuai kebijaksanaan yang lazim jika berda dalam situasi tertentu.
Menurut Munir fuady, tidakan malpraktk dokter seing terjai di indonesia, namun sebagian besar kejadian nn tidak banyak diketahui masyarakat karena tidak muncul ke permukaan. Sedikitnya terdengan kasus-kasus malprktik dokter di indonesia dsebabkan olaeh beberapa hal berikut ini.
a.       Kurangnnya kesadaran dari pasien di indonesia terhadap hak-haknya selaku pasien.
b.      Kecenderungan masyarakat indonesia untuk bersikap menerima apa adnya
c.       Kurangnya kepercayaan diri pasien indonesia terhadap jalannya proses hukum dan pengadilan
d.      Relatif kuatnya kedudukan dan keungan pihak dokter dan rumah sakit yang membuat pasien pesimis dapat memperjuangkan hakhaknya selaku pasien.
Terhadap kasus malpraktik ini, ada tiga teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan penanggungjawab terjadinya tindakan malpraktik.
Pertama, menggunakan teori respondeat superior , artinya pemimpin yang bertanggun jawab. Artinya bila ada seorang dokter yang melakukan tindakan malpraktik, sesungguhnya yang harus bertanggung jawab itu adalah pimpinan rumah sakit.
Kedua, menggunakan teori borrowed-servant (pinjaman), misalnya karena seorang  perawat berstastus sebagai stap dokter, maka perawat merupakan “pinjaman” seorang okter dalam menjalankan satu tindakan layanan kesehatan, oleh karena itu dokter yang bertanggung jawab.
Ketiga, menggunakan teori res ipso laquitur (benda yang berbicara sendiri). Teori ini membantu untuk memberikan kejelasan dan penjelasan terhadap siapa pelaku malpraktek kesehatan. Prinsip ini menekankan tentang benda (bukti) sebagai data (fakta)yang menunjukkan kesaksian terhadap tindakan malpraktek tersebut adalah tenaga medis pribadi sendiri, dan tidak ada kaitannya dengan atasan atau pemijamannya.
Seiring dengan hal ini, maka peluang hukum untuk memperkarakan individu atau lembaga layanankesehatan tetap terbuka sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya.
Muir fuady menyebutkan ada tiga jurus yang potensial menyebabkan malpraktik kedokteran.
Pertama, jurus angin puyuh seorang dokter membuka praktik dengnan pasien antara 40-50 orang setiap malamnya. Disebut jurus angin puyuh, karena sambil mempersilahkan duduk sipasien dokter sudah membuat resep, sambil melepaskan pakaian pasien meuju tempat tidur dokter sudah menyediakansuntikan dan sambil memeriksa badan pasiensuntikan sudah dilakukan dan begitu pasien sudah menggunakan pakaiannya kembali, dokter sudah memberikan resepnya sambil mempersilahkan susternya untuk memanggil pasien berikutnya.    
Kedua,  jurus ban berjalan. Dalam hal ini, 4 (empat) orang di panggil sekaligus ke ruang yang memag menyediakan 4 tempat tidur. Semua pasien berbaring dan siap-siap untuk diperiksa. Kemudian dokter memeriksanya secara bergilir, berpytar dari satu pasien ke pasien yanng lainnya. Setelah diperiksa kemudian dokter mempersilahkan pasien untuk duduk kembali dan dokter membuatkan resep untuk semua pasien yang baru saja diperiksa tadi.
Ketiga, jurus pemukul angin. Pada kasusu ini, menurut munir fuady, seorang dokter menerima “ cek kosong” dari pasien. Artinya, apapun yang dikatakan dokter, pasien tersebut memberikan keercayaan penuh pada dokter untuk memberikan tritmen atau tindakan medis tertentu dn sudah tentu sikap pasien seperti ii membuka peluang adanya penyalahgunaan kepercayaan oleh dokter.
Ketiga jurus praktek kedokteran tersebut menyebabkan banyak hak pasien yang tiak terpenuhi dan sementara dilain pihak apra dokter mendapatkan banyak keuntugan baik dari ssegi materi maupun pemanfaatan waktu. Mplikasinya sudah jelas, yaitu terbukanya peluang terjadinya melpraktik kedokteran.
Selain para dokter, tenaga medis lainnya pun  sehungguhnya berpeluang melakukan tindakan malpraktik. Termasuk para perawat. Dalam halini, akan diuraikan pandagan ann helm tentanf peluang-pekuang seorang tenaga perawta. Seorang tenaga perawat dapat melakukan tindkan malpraktiknya.
Pertama, kesalahan dalam pengobatan. Sebagaimana yang dituturkan dalam cerita diawal tulisan, keuarga pasien memandang ada yang tidak pada tempatnya dalam memeriksa penyakit yang seang dideritanya. Dalam konteks ini, dalam pandangannya tersebut, dia memandang bahwa emeriksaan darah termasuk tidakan yang kurang tepat waktunya karena sesungguhnya pasien belum diketahui penyakit atau tingkat penyakit yang sedang dideritanya.
Dalam ilmu kesehatan dikenal ada managemet penyelamatan pasien dengan menggunakan standar lima benar, yaitu benar obat, benar pasien, benar dosis, benar cara, benar waktu. Bagi kalangan ilmu sosial, kelima standar itu erlu ditambah dengan benar pendekatan dan benar tehnik. Pada konteks kasus yang dikemukakan dalam cerita tersebut, setidaknya perawat melakukan tidakan yang melanggar 2 benar, yaitu tidak tepat waktu dan kurang tepat pendekatan komunikasi dengan keluarga pasien, sehingga mennggalkan kesalah pahaman diantar mereka.
Kedua, kegagalan dalam menogmunikasikan informasi. Perawat memiliki kewajiban untuk mengomunikasikan informasi kedokter, sesama perawat yang akan melanjutkan tugas praktiknya, dan kepada orang tua atau pasien. Di amerika serikat, penyebutan pasien pun harus hati-hati jangan sampai terjebak pada pecemaran nama baik, misalnya menyebut pasien “gila”.
Ketiga, kegagalan dalam mendokumentasikan informasi.  Catatan medis (medical record) harus di buat secara baik. Catatan medis bisa diperbaiki jika yang salah masih tetap dapat terbaca (jangan menggunakan tip-eks) isi catatan medis harus lengkap mulai dari identitas pasien, catatan pengobatan sampai denagn rencana pulang, laporkan pula tentang insiden hal yang terlupakan, catat dan beri keterangan serta tanda tangan. Jangan memasukkan opini pribadi, tulis berbagai hal yang faktual.
Keempat, kegagalan dalam pengkajian. Yang dimaksud pengkajian yaitu pengumpulan data secara terus-menerus yang digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien, baik yang aktual maupun potensial. Komponen kajian ini yaittu riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan hasil tes kesehatan.
Kelima, kegagalan dalam memberikan perllindungan. Salah satu tugas erawat adalah melindungi keamanan fisil pasien. Oleh karena itu, perawat memiliki tanggung jawab untuk membersihkan ruangan sehingga memberikan rasa aman, nyaman, dan sehat. Hindarka peralatan yang rusak, benda-benda yang daat menyebabkan pasien bertindak “ tidak semestinya”  serta daerah licin yang menyebabkan pasien jatuh.
Keenam, kegagalan dalam memberikan perawatan dengan rasionalisasi perawat harus menggunakan rasionalisasi pada standar keperawatan. Standar keperawatan meliputi standar pengkajian, standar diagnosis, standar identifikasi hasll akhir, standar perencanaan, standar implementasi, dan standar evaluasi. Kemudian seorang perawat harus memperhatikan standar penampilan profesional yang meliputi kualitas keperawatan, penilainan kinerja, pendidikan, kesejawatan, etika, kolaborasi, penelitian, dan penggunaan sumber-sumber.
Ketujuh, melangar kerahasiaan. Sesuai dengan etika kedokteran, etika keperawatan, dan peraturan tentang kesehatan, setiap tenaga medis berkewajiban untu memegang amanat kerahasiaan kedokteran, termasuk kkondisi pasien, kecuali secara undang-undang  dimungkinkan unuk dikemukakan kepada pihak terkait. Oleh karena itu, rahasia medisa atau catatan kesehatan perlu djaga denagn baik.
Kedelapan, malpraktik perawat bisa terjadi dalam bentuk tindakan kriminal. Sharon ia doke, new york (1997) dituduh denagn alasan mempercepat tetesan infus dan dihentikan sebagai perawat. Seorang perawat pun dapat dikateorikan melakukan pidana bila melakukan salah tindakan (miss-tritmen) seperti mengisolasi, membahayakan pasien, atau memberi obat yang melibihi dosis.




















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. nilai adalah sesuatu yang dicari dan dijunjung tinggi dalam suatu masyarakat.  Menjadi sesuatu yang berharga dan sangat penting karena semua orang berusaha mendapatkannya. Nilai-nilai budaya adalah suatu keyakinan yang dianggap pentiing oleh seseorang atau sekelompok masyarakat sesuai dengan tuntutan nurani, atau keyakinan seseorang tentang suatu yang berharga, kebenaran, keyakinan mengenai ide-ide, objek atau perilaku.
2. norma sosial adalah aturan yang berlaku secara tidak kasat mata, tidak tertulis ataupun tidak terdokumentasikan secara resmi. Namun berlaku secara absolut dan tetap dalam suatu masyarakat yang disertai sanksi bagi individu atau kelompok bila melanggar.  Bentuknya bisa berupa teguran, denda, pengucilan, dan hukuman fisik.
3. penyimpangan sosial, adalah sesuatu yang dianggap salah dan tidak sesuai dengan nilai atau norma suatu masyarakat. Sebagai suatu yang tercela dan di luar batas toleransi, atau semua tindakan yang menyimpangan dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
3.2 Saran
1. penting bagi seorang perawat untuk mempelajari tentang nilai atau norma.  Sebagai seorang yang bertugas menjadi pemenuh kebutuhan dasar pasiennya, ia harus dengan sangat hati-hati menyentuh nilai dan norma yang dipegang oleh pasiennya. Karena jika tidak, maka proses keperawatan yang dijalankannya kepada pasiennya tidak akan berjalan dengan baik atau mendapatkan hambatan.
2. selain mempelajari dan menghargai nilai dan norma kliennya, seorang perawat juga harus mengingat dan memegang kembali nilai dan norma yang dimilikinya. Bagaimana mungkin ia bisa memahami nilai dan norma yang dianut oleh orang lain, sementara ia sendiri tidak memiliki atau tidak mengahargai nilai dan normanya sendiri.
3. penyimpangan sosial dalam praktik keperawatan manjadi sesuatu yang sangat susah sekali untuk dihilangkan, kadangkala seorang perawatan mengalami pilihan yang sangat dilematik karena hal ini.  Ia harus menghormati kode etik dan kewenangannya, juga masyarkat yang membutuhkan tenaga keperawatannya. Dengan mempelajari nilai dan norma secara mendalam, seorang perawat bisa memikirkan kembali untuk tidak melakukan malpraktik keperawatan.
4. semoga tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi para penyusun dan rekan-rekan mahasiswa lainnya. Dan semoga bisa menjadi sebuah referensi dalam proses pembelajaran mata ajar Sosiologi. Walaupun tidak secara sempurna dan menyeluruh pembahasan mengenai nilai dan norma.