BAB
I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Sosiologi,
sebagai ilmu sosial berdiri sendiri menjadi ilmu pengetahuan mendekati akhir
abad ke 19. Karena sebagai ilmu,
sosiologi bersifat empiris dan teoritis.
Sebagai syarat bagi sebuah ilmu untuk menjadi ilmu pengetahuan.
Ilmuan
membuat ilmu sosiologi karena manusia sebagai objek hidup ternyata dapat
dipelajari. Dan semakin lama
perkembangan keilmuan ini semakin berjalan maju dan pesat. Sosiologi masuk ke indonesia pada masa
kemerdekaan dan dipopulerkan oleh selo soemardjan di universitas indonesia. Yang kemudian hari universitas ini membuka
jurusan sosiologi di fakultas ilmu sosial dan membuat sosiologi semakin
dikenali di indonesia.
Manusia
mempelajari sosiologi karena beraneka ragamnya kebudayaan dan cara hidup
manusia dan masyarakat. Dan membuat ilmu
ini dipelajari oleh berbagai profesi yang mengedepankan pengabdian kepada
masyarakat. Sebagai sebuah sarana untuk mengenali manusia sebagai klien mereka.
Dalam
dunia keperawatan, yang hampir keseluruhannya bertujuan untuk melayani hidup
satu manusia atau lebih. Memerlukan ilmu
ini sebagai salah satu pendukung keahlian dalam profesinya. Sosiologi mempelajari tata cara hidup
masyarakat, dan perawat bertugas memberikan asuhan keperawatan dalam rangka
memnuhi kebutuhan dasar manusia pasiennya.
Suatu
kajian dalam ilmu sosiologi berupa nilai-nilai budaya dan norma sosial, perlu
dipelajari oleh seorang perawat. Karena
saat ia berinteraksi dan melakukan proses keperawatan kepada pasiennya, ia
harus memperhatikan nilai budaya dan norma yang dipegang pasiennya ataupun
dirinya sendiri. Agar pemenuhan
kebutuhan pasiennya dapat terlaksana dengan baik. Dan tidak terjadi kesalahan
presepsi antara keduanya.
I.2. Tujuan Penulisan
Erat
kaitananya antara sosiologi yang mempelajari manusia dan masyarakat, juga dunia
keperawatan yang melayani hidup seorang manusia atau lebih. Keduanya secara deduktif-induktif terikat
satu sama lain. Sosiologi menjadi ilmu
sosial yang layak dipelajari di dunia keperawatan.
Nilai-nilai
budaya dan norma sosial sebagai tata cara dan aturan yang dijunjung tinggi
manusia –indonesia khususnya- dihormati dan sangat dikejar sebagai value atau
kebenaran membuat hal ini manjadi police area bagi seorang perawat, karena jika
kita tidak berhati-hati atau mengabaikan nilai dan norma seorang manusia dan masyarakat,
kemungkinan sangat besar mendapatkan hambatan pada saat melakukan proses
keperawatan. Oleh karena itu, seorang perawat sangatlah penting untuk memahami
betul akan keberadaan nilai-nilai budaya seoraang individu ataupun masyarakat.
I.3 Rumusan Masalah
· Pengertian
nilai, budaya, norma dan sosial
· Definisi
dan fungsi nilai-nilai budaya dan norma sosial
· Sanki sosial sebagai konsekuensi penyimpangan
sosial dari nilai-nilai budaya dan norma sosial.
· Nilai-nilai
budaya dan norma sosial dalam dunia keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.I Pengertian Nilai,
Budaya, Norma Dan Sosial
A.
Nilai
Nilai
menurut W.J.S.Poerwa Darminta dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia bahwa nilai diartikan:
1.
Harga (dalam arti taksiran harga),
2.
Harga sesuatu (misalnya uang), jika
diukur atau ditukarkan dengan yang lain
3.
Angka kepandaian; ponten
4.
Kadar; mutu; banyak sedikitnya isi,
5.
Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau
berguna bagi kemanusiaan
Secara
definitif, Theodorson (1979;455) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu
yang abstrak yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak
dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut
Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebsb itu,
nilai dapat dilihat sebagai pedoman bertindak dan sekaligus sebagai tujuan
kehidupan manusia itu sendiri.
Menurut
Koentjaraningrat (1987:85), nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang
mereka anggap mulia. Sistem nilai yang ada dalam masyarakat dijadikan orientasi
dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang di miliki
seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat,
dan tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia (kluckhohn 1952:392).
Cylde Kluckhohn
(1952) mendefinisikan sebagai “konsensi umum yang terorganisasi yang
mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam
alam, hubungan orang dengan orang tentang hal-hal yang di ingini yang mungkin
bertalian antara orang dengan lingkungan dan sesama manusia” (manan, 1989:19).
Batasan nilai
bisa mengacu pada berbagai hal, seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas,
kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya
(Pepper, dalam Sulaeman, 1998). Rumusan
di atas apabila diperluas akan meliputi seluruh perkembangan dan kemungkinan
unsur-unsur nilai, perilaku yang sempit diperoleh dari bidang keahlian
tertentu, seperti dari satu disiplin kajian ilmu. Di bagian lain, Pepper mengatakan bahwa nilai
adalah segala sesuatu tentang yang baik atau yang buruk. Sementara itu, Perry (dalam Sulaeman, 1998)
mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai
subjek.
Ketiga rumusan
nilai di atas dapat diringkas menjadi segala sesuatu yang dipentingkan manusia
sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai
abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi
perilaku yang ketat.
Seseorang dalam melakukan
sesuatu terlebih dahulu mempertimbangkan nilai.
Dengan kata lain, mempertimbangkan untuk mengadakan pilihan tentang
nilai baik dan buruk adalah suatu keharusan.
Jika seseorang tidak melakukan pilihannya tentang nilai, maka orang lain
atau kekuatan luar akan menetapkan
pilihan nilai untuk dirinya.
B.
Budaya
Tergambar dalam kelembagaan sebuah negara yang bersangkutan (dalam sistem
hukum dan lain-lain). Hofstede (1980-1983) meneliti dimensi budaya di 39
negara. Dia mendefinisikan budaya sebagai “the collective programming of the
mind which distinguishes the members of one human group from another” dan
membagi dimensi budaya menjadi 4 bagian, yaitu sebagai berikut.
1.
indivudualsm ( lawan dari collectivsm).
Individualsm sejauh mana individu mengharapkan kebebasan pribadi. Ini
berlawanan dengan collectivsm (kelompok yang di definisikan menerima tanggung
jawab dari keluarga, kelompok masyarakat (suku dan lain-lain).
2.
Power distance. Didefinisikan sebagai
jarak kekuasaan antara atasan “B” dengan
bawahan “S”. Dalam hierarki organisasi terdapat perbedaan antara sejauh mana B
dapat menentukan prilaku S dan sebaliknya (Hofstede 1983). Pada masyarakat
power distance besar, terdapat pengakuan tingkatan di dalam masyarakat dan
tidak di perlukan lagi adanya persamaan tingkatan. Sedangkan pada masyarakat
pada power distance kecil, tidak mengakui adanya perbedaan dan membutuhkan
persamaan tingkatan di dalam masyarakat.
3.
Uncertainty avoidance. Ketidakpastian
mengenai masa depan adalah sebagai dasar kehidupan masyarakat. Masyarakat yang
tingkat ketidakpastiannya tinggi akan mengurangi dampak ketidakpastian dengan
teknologi, peraturan, dan ritual. Sedangkan masyarakat dengan tingkat
menghindari ketidakpastian yang rendah akan bersikap lebih santai, sehingga
praktik lebih bergantung pada prinsip dan penyimpangan akan lebih bisa
ditoleransi.
4.
Masculinity vs feminity. Nilai masculine
menekankan pada nilai kinerja dan pencapaian yang tampak, sedangkan feminin
lebih pada preferensi kualitas hidup, hubungan persaudaraan, modis, dan peduli
pada yang lemah.
Empat dimensi
budaya di atas mengidentifikasi nilai dasar yang mencoba untuk menjelaskan
persamaan dan perbedaan budaya secara umum di seluruh dunia. Hofstede dan Bond
(1988) menambahkan dimensi budaya kelima, yaitu confucian dynamism, yang
kemudian dinamakan dengan orientasi jangka panjang. Hofstede (2001)
mendefinisikan orientasi jangka panjang sebagai gambaran masa datang yang
berorientasi pada reward dan punishment.
Dimensi inin diciptakan ketika melakukan survei terhadap budaya cina yang
mungkin mewakili perbedaan antara budaya barat dan timur.
C. Norma
Norma
adalah peraturan-peraturan yang disertai oleh sanksi-sanksi yang merupakan
faktor pendorng bagi individu atau pun kelompok masyarakat untuk mencapai
ukuran nilai-nilai sosial tertentu yang dianggap terbaik untuk dilakukan. Nilai
dan norma tidak dapat dipisahkan: nilai dan norma selalu berkaitan. Bedanya secara umum, norma mengandung sanksi
yang relatif tegas terhadap pelanggarnya.
Menurut
Alvin L.Bertrand mndefinisikan norma sebagai suatu standar tingkah laku yang
terdapat didalam semua masyarakat. Merupakan suatu bagian dari kebudayaan non
materi, norma-norma tersebut menyatakan konsepsi-konsepsi teridealisasi dari
tingkah laku. Sudah barang tentu, memang benar bahwa tingkah laku erat
hubungannya dengan apa yang menurut pendapat seseorang itu benar atau baik,
walaupun begitu, tingkah laku yang sebenarnya dipandang sebagai suatu aspek
dari organisasi sosial.
Norma
sebagai salah satu perwujudan kebudayaan dalam masyarakat mempunyai kekuatan
mengikat yang berbeda-beda, mulai dari norma yang tergolong lemah sampai dengan
norma yang tergolong kuat. Secara
sosiologis, ada empat jenis norma yang memiliki kekuatan mengikat, yaitu cara
(usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores) dan adat istiadat (
custom) urutan paling bawah menunjukan norma yang paling kuat.
2.2
Definisi Dan Fungsi Nilai-Nilai Budaya Dan Norma Sosial
Nilai budaya
merupakan konsep yang berluang lingkup luas, yang hidup dalam alam pikiran sebagian
besar warga masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup.
Rangkaian itu satu sama lain berkaitan dan merupakan sebuah sistem. Sistem ini
menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional. Oleh sebab itu, nilai di
samping merupakan pedoman, juga sekaligus merupakan tujuan.
Sedangkan
definisi dari norma sosial adalah aturan yang berlaku di dalam masyarakat yang
disertai dengan sanksi bagi individu atau kelompok bila melanggar, bentuknya
bisa berupa teguran, denda, pengucilan dan hukuman fisik.
A. Fungsi
Nilai Budaya
George
england melihat ada dua fungsi nilai budaya, yaitu penyalur perilaku (behavior
channeling) dan penyaring persepsi (perceptual sceening). Yang dimaksud dengan
penyaring persepsi adalah seseorang yang menggunakan pemahamannya tentang nilai
untuk mengukur nilai sebuah perilaku, apakah nilai itu sejalan dengan nilai
panutan masyarakat atau tidak. Misalnya saja, tidak mungkin seorang tenaga
kesehatan memberikan terapi urin bagi masyarakat pesantren islam yang memandang
bahwa status urine itu adalah najis. Kemampuan perawat untuk mengambil
kebijakan untuk tidak melakukan terapi urin merupakan bentuk nyata dari
pemahaman terhadap nilai sebagai saringan berbagai persepsi dan perilaku di
masyarakat.
Dengan
memahami nilai budaya seorang tenaga kesehaan apat berusaha keras untuk
menunjukkan perilakunya supaya sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat.
Misalnya saja kalau seorang calon tenaga meds ditugaskan dimasyarakat yang taat
beragama, maka dia harus berusaha untuk menunjukkan penghargaan terhadap nilai
agama yang berlaku tersebut, baik baik tutur kata, pakaian, maupun dalam
praktik pelayanan kesehatan itu sendiri. Sehingga pada akhirnya, nanti saat
akan memberikan pelayanan kessehatan, si perawat teersebut dapat menggunakan
pola pikir nilai budaya masyarakat untuk menyusun kerangka pelayanan kesehatan.
B. Macam
Norma Sosial
Nilai dan norma
sosial berkaitan walaupun keduanya dapat dibedakan. Nilai merupakan sesuatu yang baik,
diinginkan, dicita-citakan, dan dianggap penting oleh masyarakat, maka norma merupakan kaidah atau
aturan berbuat dan berprilaku untuk mewujudkan cita-cita itu. Norma dapat disebut sebagai cara-cara
berperilaku dalam kehidupan sosial yang disetujui guna mencapai nilai-nilai
tertentu. Jenis atau penggolongan norma
dapat dibedakan menjadi beberapa macam jika dilihat dari sudut pandang umum
sampai sejauh mana tekanan norma diberlakukan oleh masyarakat, yaitu sebagai
berikut:
1. Norma
Cara (usage) cara mengacu pada suatu
bentuk perbuatan, yang lebih menonjolkan pada hubungan antarindividu,
penyimpangan pada cara, tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi
hanya sekedar cemoohan, celaan, dan ejekan.
Contohnya makan dan minum.
2. Norma
Kebiasaan (folkways), kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi
daripada cara (usage). Merupakan
perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk sama karena banyak orang yang
menyukai perbuatan itu. Mengikat lebih besar, penyimpangan kebiasaan
mengakibatkan sanksi (celaan, hukuman ringan). Contohnya adalah kebiasaan menghormat.
3. Tata
Kelakuan (morse) apabila kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai cara
berperilaku saja, tetapi diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan tadi
menjadi tata kelakuan. Seperti tata
kelakuan berdasarkan ajaraan agama (akhlak), filsafat, dan kepercayaan. Contohnya tata kelakuan anak pada orang tua,
maka kewajiban anak adalah menghormati orang tua. Fungsi tata kelakuan adalah sebagai berikut:
·
Memberi batas-batas pada perilaku
individu.
·
Mengidentifikasi individu dengan
kelompoknya.
·
Menjaga solidaritas antaranggota
masyarakat.
4. Norma
Adat Istiadat (custom), yaitu tata kelakuan yang kekal dan terintegrasi kuat
dengan pola-pola perilaku masyarakat.
Contoh, pengucilan atau membayar denda.
5. Norma
Hukum, adalah aturan yang berisi perintah, kewajiban, dan larangan agar
tercipta suatu ketertiban dan keadilan masyarakat. Bisa dalam bentuk tertulis
dan tak tertulis.
6. Norma
Mode (fashion), yaitu cara atau gaya dalam melakukan dan membuat sesuatu yang
sifatnya berubah-ubah namun diikuti banyak orang. Contohnya cara berpakaian,
potongan rambut, tarian, mode baju, dan lainnya.
7. Norma
resmi dan tidak resmi. Norma resmi
adalah patokan yang dirumuskan dan diwajibkan dengan jelas dan tegas oleh yang
berwenang kepada semua warga masyarakat.
Norma tidak resmi adalah patokan yang dirumuskan secara tidak jelas dan
pelaksanaannya tidaak diwajibkan bagi warga negara yang bersangkutan.
8. Norma-norma
utama berdasarkan kekuatan sanksinya:
·
Norma agama adalah suatu petunjuk hidup
yang berasal dari Allah SWT bagi penganutnya agar mereka mematuhi segala
perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Jika melanggar makan sanksinya akan berdosa.
·
Norma kesopanan adalah peraturan hidup
yang timbul dari pergaulan segolongan manusia dan dianggap sebagai tuntutan
pergaulan sehari-hari sekelompok masyarakat.
·
Norma kelaziman adalah tindakan manusia
mengikuti kebiasaan ini dianggap baik, patut, sopan, dan sesuai dengan tata
krama.
·
Norma kesusilaan adalah pedoman yang
mengandung makna dan dianggap penting untuk kesejahteraan masyarakat. Penyimpangan norma ini dianggap salah satu
tindakan buruk, sehingga bagi orang yang melakukannya akan mendapatkan ejekan
atau sindiran.
C. Urgensi
Memahami Nilai Dan Norma Dalam Praktik Pelayanan Kesehatan
Etika
keperawatan adalah nilai-nilai dan prinsip yang diyakini oleh profesi
keperawatan dalam melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan pasien, dengan
masyarakat, hubungan perawat dengan teman sejawat, maupun dengan organisasi
profesi dan juga dalam pengaturan praktik keperawatan itu sendiri (Berger dan
Williams, 1999). Bagi profeesi keperawatan etika keperawatan merupakan suatu
ajuan dalam melaksanakan praktik keperawatan. Etika keperawatan berguna untuk
pengawasan terhadap kompetensi profesional, tanggung jawab, dan untuk
pengawasan umum dari nilai positif
profesi keperawatan (Berger dan Williams, 1999). Prinsip-prinsip etika
ini oleh profesi keperawatan secara formal dituangkan dalam suatu kode etik
yang merupakan komitmen profesi keperawatan akan bertanggungjawab dan sistem
kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat.
Pertama,
seorang perawat tidak membeda-bedakan pasien. Prinsip tersebut merupakan
prinsip keperawatan untuk memberikan pelayanan kesehatan tana melakukan
diskriminasi, hal ini sesuai dengan prinsip menghargai individu sebagaiman adanya
tapa membedakan agama, suku, ras, bangsa, dan sebagainya, serta bersikap adil
bagi semua pasien yang menjadi tanggungajawab.dalam memberikan pelayanan
perawat tidak diskriminatif, melainkan memberikan bantuan secara adil sesuai
dengan keperluan pasien dengan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum.
Dalam konteks ini prinsip keadilan diterapkan, yaitu tidak membeda-bedakan
pasien dan memastikan pasien mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan.
Kedua,
mendapatkan persetujuan melakukan tindakan. Persetujuan tersebut merupakan
prinsip perawat saat akan melakukan suatu tindakan. Sebelum melakukan tindakan,
maka perawat memberitahukan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. Hal ini
sesuai denagn prinsip menghargai pasien sebagai orang yang bermatabat dam mampu
untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri.
Pemberian
kebebasan untuk memilih tindakan yang akan dilakukan ini merupakan prinsip
moral dari otonomi dan kewajiban untuk menghormati inividu sebagai pribadi yang
mandiri dalam peangambulan keputusan karena prinsip inni merupakan prinsip yang
utama dalam etika. Kebebasan merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia.
Dengan kebebasan yang dimiliki, manusia merupakan makhluk mandiri yang dapat
menentukan dan mengambil sikapnya sendiri.
Ketiga,
mengakui otonomi pasien. Oleh karena itu, seorang perawat perlu mengedepankan
pengakuan bahwa pasien/ keluarga berhak menolak tindakan dengan menandatangani
pernyataan penolakan tindakan. Hal ini sesuai denagn prinip menghormati pribadi
yang mempuyai otonomi. Sebagai individu, disamping bebas menentukan atau
memilih tindakan yang akan dilakukan, maka pasien dan keluarga berhak pula
menolak suatu tindakan yang akan dilakukan kepadanya, maka tidak boleh
memaksakan suatu indakan kepada orang lain. Karena memaksakan suatu kehendak
kepada orang lain berarti mengabaikan martabatnya sebagai manusia yang saggup
untuk mengambil sikapnya sendiri. Pada dasarnya hal ini merupakan pelaksanaan
perinsi anatomi yang dalam bentuk nyatanya adalah pemberian informadd consent.
Pada pelaksanaan informad consent ini maka perawat memberi penjelasan dengan
lengkap dengan caradan bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien. Informasi yang
diberikan semata-mata agar pasien atau keluarga mengerti tentang prosedur dari
suatu tindakan, mampu mencerna dengan baik informasi yang diberikan, dan
akhirnya mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan yang mereka inginkan.
Keempat,
mendahulukan tindakan sesuai prioritas masalah. Prinsip ini merupakan cara
berpikir yang kritis untuk memutuskan tindakan-tindakan yang penting.,terutama
yang mengancam jiwa, memerlukan penanganan segera untuk menyelamatkan pasien.
Dengan cara berpikir yang demikian, mak perawat dapat menyusun prioritas
masalah. Dengan mendahulukan tindakan sesuai dengan prioritas masalah, tentunya
perawat juga mempertimbangkan tindakan yang terbaik bagi pasien yang dirawatnya
dengan memperhitungkan.
Prinsip
melakukan tindakan sesuai dengan prioritas masalah ini juga menekankan untuk
bersikap adil terhadap pasien dengan tidak membedakan pasien berdasarkan status
yang menyertainya, tetapi dapat pula terdeteksi adanya suatu masalah lebih dini
sehingga dapat mencegah terjadinya ondisi yang lebih buruk atau mencegah
terjadinya hal yang membahayakan.
Kelima,
melakukan tindakan untuk kebaikan, mehindari hal yang membahayakan. Prinsip ni
merupakan pemahaman yang menyokong dalam keperawata, karena area layanan
keperawatan adalah manusia dengan kondisi yang memerlukan bantuan atau dalam
kondisi menderita.
Terkandung
dalam prinsip ini adalah menghindari kemugkinan kehilangan atau kerusakan,
melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghindari kerusakan, tindakan yang
dilakukan tidak akan menimbulan resiko, keuntungan yang didapat ari tindakan
hrus lebih besar dari pada kerigian atau biaya yang digunakan.
Kesimpulan
dari pemikiran ini, peran dan fungsi nilai dan norma tersebut dapat dipahami
dalam dua kategori, yaitu sebagai tujuan (goal) dan sebagai alat atau sarana
(instrumental). Nilai dan norma yang diposisikan sebagai tujuan misalnya, hidup
bahagia, hidup sehat, hidup adil, dan hidup makmur. Sedangkan instrumen untuk
mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan usaha untuk melakukan sesuatu hal yang
mengarahkan pada pencapaian tujuan tersebut. Misalnya untuk mewujudkan hidu
sehat maka setiap individu hrus berupaya menjagaasupan nutrisi dan berolahraga.
Demkian ula instrumen lainya.
2.3 Sanksi Sosial Sebagai Konsekuensi Penyimpangan
Sosial Dari Nilai-Nilai Budaya Dan Norma Sosial.
Perilaku
menyimpang adalah perilaku yang bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu
yang tercela dan di luar batas toleransi, atau semua tindakan yang menyimpang
dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka
yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
Cara
(usage) menunjukan bentuk perbuatan, misalnya cara sedang makan, cara
duduk. Sedangkan penyimpangan dalam cara
(usage) ini beraakibat ringan, seprti dianggap tidak sopan. Misalnya, pada suatu acara makan bersama, ada
anggota yang makan dengan mulut berbunyi atau dengan suara sendok garpu yang
ramai, hal ini membuat orang lain merasa terganggu sehingga ada anggota lain
menegur anggota yang kurang sopan.
Kebiasaan (folkways) adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam cara yang
sama. Ini menunjukan bahwa perbuatan
tersebut disukai. Kebiasaan masyarakat
indonesia menghormati orang yang lebih tua dan kebiasaan orang tua bicara
terlebih dahulu merupakan contoh norma ini.
Bila kebiasaan (folkways) diterima sebagai aturan oleh masyarakat,
disebut mores (tata kelakuan). Tata
kelakuan bersifat sebagai pengawas di dalam masyarakat agar anggota masyarakat
menyesuaikan tata kelakuannya dengan tata kelakuan (mores) yang terbentuk.
A. Macam-macam
penyimpangan sosial menurut Lemert
1. Penyimpangan
primer, adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat dan tidak
dilakukan terus-menerus sehingga masih dapat ditoleransi masyarakat, seperti
melanggar rambu lalu-lintas, buang sampah sembarangan dan lain-lain
2. Penyimpangan
sekunder, yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari
masyarakat dan umumnya dilakukan berulangkali seperti merampok, menjambret,
memakai narkoba, menjadi pelacur, dan lain-lain.
B. Jenis
perilaku penyimpangan sosial
1. Penyimpangan
individual atau personal adalah suatu perilaku pada seseorang yang melakukan
pelanggaran terhadap suatu norma pada kebudayaan yang telah mapan akibat sikap
perilaku yang buruk atau terrjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Contoh:
a) Penyalahgunaan
narkoba. Narkoba sebagai psikotropika yang biasa dugunaka untuk tindakan operasi
atau obat-obatan tertentu. Namun kini
persepsi itu disalahgunakan akibat pemakaian yang di luar batas dosis.
b) Pelacuran.
Pekerjaan penjualan jasa seksual sangat menyalahi aturan norma dan nilai agama,
mereka sering digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga
diseret ke pengadilan karena melanggar hukum.
c) Tindak
kriminal/kejahatan
d) Gaya
hidup misalnya wanita berpakaian minim di tempat umum, pria beranting, suka
berbohong dan sebagainya.
2. Penyimpangan
kolektif adalah suatu perilaku meyimpang yang dilakukan oleh kelompok orang
secara bersama-sama dengan melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
sehingga menimbulkan keresahan, ketidakamanan, ketidaknyamanan, serta tindak
kriminalitas lainnya. Contoh:
a) Tindak
kenakalan. Contoh, seperti aksi kebut-kebutan di jalanan, mendirikan genk motor
yang meresahkan, corat-coret tembok milik orang lain dan sebagainya.
b) Tawuran/perkelahian
antarkelompok. Contohnya, tawuran antar pelajar yang menjadi khas tersendiri
bagi citra pelajar SMA kota Sukabumi.
c) Tindak
kejahatan berkelompok/komplotan. Contoh,
perampok, perompak, sindikat pencurian kendaraan bermotor.
d) Penyimpangan
budaya. Penyimpangan yang berupa
ketidakmampuan seseorang untuk menyerap budaya yang berlaku, sehingga
bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat.
C. Sikap
masyarakat terhadap perilaku penyimpangan sosial
1. Ada
yang menganggap penyimpangan tersebut sebagai tren dan perubahan zaman, yang
harus diikuti, dinikmati, dan tak perlu ada sikap konfrontatif.
2. Ada
yang menganggap penyimpangan yang terjadi tersebut sebagai peluang dalam
mengambil keuntungan materi, dan kesempatan itu hanya sekali.
3. Ada
yang menganggap penyimpangan tersebut sebagai sebuah perubahan nilai ke arah
yang negatif dan harus diperbaiki.
D. Penyimpangan
Sosial dalam Praktik Keperawatan
Cara
andang terhadap nilai tidakan seorang tenaga medis terus berkembang. Di amerika
serikat, perkembangan pergeseran cara pandang pengadilan terhadap praktik
kesehatan terasa dalam konteks pemaksaan terhadap tindakan malpraktek. Menirut
ann helm (2006:6) pada masa lalu, tindakan penelantaran neglect( tiak dianggap
sebagai tindakan malpraktek. Namun pada
masa kini, tindakan tersebut dianggap sebagai bagian dari tindakan malprakttek.
Seiring
denagn hal ini, muncul pertanyaan, apa sesungguhnya yang membedakan antara
tindakan penelantaran dan tindakan malpraktek? Meurub ann helm, malpraktik
adalah tindakan profesional yang salah (wrongful), meninggalan kewajban profesi
seenaknya sehngga menimbulkan bahaya pada individu. Standar evaluasi terhadap
tingkat malpraktik ini, yaitu adanya indikasi tindakan seorang tenaga kesehatan
yang gagal memenuhi standar profesi. Oleh karena itu, ann helm menyebutnya
denagn istilah “keeleleian profesional”. Penelantaran (neglect) yaitu kegagalan
melakukan tindakan profesi sesuai kebijaksanaan yang lazim jika berda dalam
situasi tertentu.
Menurut
Munir fuady, tidakan malpraktk dokter seing terjai di indonesia, namun sebagian
besar kejadian nn tidak banyak diketahui masyarakat karena tidak muncul ke
permukaan. Sedikitnya terdengan kasus-kasus malprktik dokter di indonesia
dsebabkan olaeh beberapa hal berikut ini.
a. Kurangnnya
kesadaran dari pasien di indonesia terhadap hak-haknya selaku pasien.
b. Kecenderungan
masyarakat indonesia untuk bersikap menerima apa adnya
c. Kurangnya
kepercayaan diri pasien indonesia terhadap jalannya proses hukum dan pengadilan
d. Relatif
kuatnya kedudukan dan keungan pihak dokter dan rumah sakit yang membuat pasien
pesimis dapat memperjuangkan hakhaknya selaku pasien.
Terhadap
kasus malpraktik ini, ada tiga teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan
penanggungjawab terjadinya tindakan malpraktik.
Pertama,
menggunakan teori respondeat superior , artinya pemimpin yang bertanggun jawab.
Artinya bila ada seorang dokter yang melakukan tindakan malpraktik,
sesungguhnya yang harus bertanggung jawab itu adalah pimpinan rumah sakit.
Kedua,
menggunakan teori borrowed-servant (pinjaman), misalnya karena seorang perawat berstastus sebagai stap dokter, maka
perawat merupakan “pinjaman” seorang okter dalam menjalankan satu tindakan
layanan kesehatan, oleh karena itu dokter yang bertanggung jawab.
Ketiga,
menggunakan teori res ipso laquitur (benda yang berbicara sendiri). Teori ini
membantu untuk memberikan kejelasan dan penjelasan terhadap siapa pelaku malpraktek
kesehatan. Prinsip ini menekankan tentang benda (bukti) sebagai data
(fakta)yang menunjukkan kesaksian terhadap tindakan malpraktek tersebut adalah
tenaga medis pribadi sendiri, dan tidak ada kaitannya dengan atasan atau
pemijamannya.
Seiring
dengan hal ini, maka peluang hukum untuk memperkarakan individu atau lembaga
layanankesehatan tetap terbuka sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya.
Muir
fuady menyebutkan ada tiga jurus yang potensial menyebabkan malpraktik
kedokteran.
Pertama,
jurus angin puyuh seorang dokter membuka praktik dengnan pasien antara 40-50
orang setiap malamnya. Disebut jurus angin puyuh, karena sambil mempersilahkan
duduk sipasien dokter sudah membuat resep, sambil melepaskan pakaian pasien
meuju tempat tidur dokter sudah menyediakansuntikan dan sambil memeriksa badan
pasiensuntikan sudah dilakukan dan begitu pasien sudah menggunakan pakaiannya
kembali, dokter sudah memberikan resepnya sambil mempersilahkan susternya untuk
memanggil pasien berikutnya.
Kedua, jurus ban berjalan. Dalam hal ini, 4 (empat)
orang di panggil sekaligus ke ruang yang memag menyediakan 4 tempat tidur.
Semua pasien berbaring dan siap-siap untuk diperiksa. Kemudian dokter
memeriksanya secara bergilir, berpytar dari satu pasien ke pasien yanng
lainnya. Setelah diperiksa kemudian dokter mempersilahkan pasien untuk duduk
kembali dan dokter membuatkan resep untuk semua pasien yang baru saja diperiksa
tadi.
Ketiga,
jurus pemukul angin. Pada kasusu ini, menurut munir fuady, seorang dokter
menerima “ cek kosong” dari pasien. Artinya, apapun yang dikatakan dokter,
pasien tersebut memberikan keercayaan penuh pada dokter untuk memberikan
tritmen atau tindakan medis tertentu dn sudah tentu sikap pasien seperti ii
membuka peluang adanya penyalahgunaan kepercayaan oleh dokter.
Ketiga
jurus praktek kedokteran tersebut menyebabkan banyak hak pasien yang tiak
terpenuhi dan sementara dilain pihak apra dokter mendapatkan banyak keuntugan
baik dari ssegi materi maupun pemanfaatan waktu. Mplikasinya sudah jelas, yaitu
terbukanya peluang terjadinya melpraktik kedokteran.
Selain
para dokter, tenaga medis lainnya pun
sehungguhnya berpeluang melakukan tindakan malpraktik. Termasuk para
perawat. Dalam halini, akan diuraikan pandagan ann helm tentanf peluang-pekuang
seorang tenaga perawta. Seorang tenaga perawat dapat melakukan tindkan
malpraktiknya.
Pertama,
kesalahan dalam pengobatan. Sebagaimana yang dituturkan dalam cerita diawal
tulisan, keuarga pasien memandang ada yang tidak pada tempatnya dalam memeriksa
penyakit yang seang dideritanya. Dalam konteks ini, dalam pandangannya
tersebut, dia memandang bahwa emeriksaan darah termasuk tidakan yang kurang
tepat waktunya karena sesungguhnya pasien belum diketahui penyakit atau tingkat
penyakit yang sedang dideritanya.
Dalam
ilmu kesehatan dikenal ada managemet penyelamatan pasien dengan menggunakan
standar lima benar, yaitu benar obat, benar pasien, benar dosis, benar cara,
benar waktu. Bagi kalangan ilmu sosial, kelima standar itu erlu ditambah dengan
benar pendekatan dan benar tehnik. Pada konteks kasus yang dikemukakan dalam
cerita tersebut, setidaknya perawat melakukan tidakan yang melanggar 2 benar,
yaitu tidak tepat waktu dan kurang tepat pendekatan komunikasi dengan keluarga
pasien, sehingga mennggalkan kesalah pahaman diantar mereka.
Kedua,
kegagalan dalam menogmunikasikan informasi. Perawat memiliki kewajiban untuk
mengomunikasikan informasi kedokter, sesama perawat yang akan melanjutkan tugas
praktiknya, dan kepada orang tua atau pasien. Di amerika serikat, penyebutan
pasien pun harus hati-hati jangan sampai terjebak pada pecemaran nama baik,
misalnya menyebut pasien “gila”.
Ketiga,
kegagalan dalam mendokumentasikan informasi.
Catatan medis (medical record) harus di buat secara baik. Catatan medis
bisa diperbaiki jika yang salah masih tetap dapat terbaca (jangan menggunakan
tip-eks) isi catatan medis harus lengkap mulai dari identitas pasien, catatan
pengobatan sampai denagn rencana pulang, laporkan pula tentang insiden hal yang
terlupakan, catat dan beri keterangan serta tanda tangan. Jangan memasukkan
opini pribadi, tulis berbagai hal yang faktual.
Keempat,
kegagalan dalam pengkajian. Yang dimaksud pengkajian yaitu pengumpulan data
secara terus-menerus yang digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien,
baik yang aktual maupun potensial. Komponen kajian ini yaittu riwayat pasien,
pemeriksaan fisik, dan hasil tes kesehatan.
Kelima,
kegagalan dalam memberikan perllindungan. Salah satu tugas erawat adalah
melindungi keamanan fisil pasien. Oleh karena itu, perawat memiliki tanggung
jawab untuk membersihkan ruangan sehingga memberikan rasa aman, nyaman, dan
sehat. Hindarka peralatan yang rusak, benda-benda yang daat menyebabkan pasien
bertindak “ tidak semestinya” serta
daerah licin yang menyebabkan pasien jatuh.
Keenam,
kegagalan dalam memberikan perawatan dengan rasionalisasi perawat harus
menggunakan rasionalisasi pada standar keperawatan. Standar keperawatan
meliputi standar pengkajian, standar diagnosis, standar identifikasi hasll
akhir, standar perencanaan, standar implementasi, dan standar evaluasi.
Kemudian seorang perawat harus memperhatikan standar penampilan profesional
yang meliputi kualitas keperawatan, penilainan kinerja, pendidikan,
kesejawatan, etika, kolaborasi, penelitian, dan penggunaan sumber-sumber.
Ketujuh,
melangar kerahasiaan. Sesuai dengan etika kedokteran, etika keperawatan, dan
peraturan tentang kesehatan, setiap tenaga medis berkewajiban untu memegang
amanat kerahasiaan kedokteran, termasuk kkondisi pasien, kecuali secara
undang-undang dimungkinkan unuk
dikemukakan kepada pihak terkait. Oleh karena itu, rahasia medisa atau catatan
kesehatan perlu djaga denagn baik.
Kedelapan, malpraktik
perawat bisa terjadi dalam bentuk tindakan kriminal. Sharon ia doke, new york
(1997) dituduh denagn alasan mempercepat tetesan infus dan dihentikan sebagai
perawat. Seorang perawat pun dapat dikateorikan melakukan pidana bila melakukan
salah tindakan (miss-tritmen) seperti mengisolasi, membahayakan pasien, atau
memberi obat yang melibihi dosis.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
nilai adalah sesuatu yang dicari dan dijunjung tinggi dalam suatu
masyarakat. Menjadi sesuatu yang
berharga dan sangat penting karena semua orang berusaha mendapatkannya.
Nilai-nilai budaya adalah suatu keyakinan yang dianggap pentiing oleh seseorang
atau sekelompok masyarakat sesuai dengan tuntutan nurani, atau keyakinan
seseorang tentang suatu yang berharga, kebenaran, keyakinan mengenai ide-ide,
objek atau perilaku.
2.
norma sosial adalah aturan yang berlaku secara tidak kasat mata, tidak tertulis
ataupun tidak terdokumentasikan secara resmi. Namun berlaku secara absolut dan tetap
dalam suatu masyarakat yang disertai sanksi bagi individu atau kelompok bila
melanggar. Bentuknya bisa berupa
teguran, denda, pengucilan, dan hukuman fisik.
3.
penyimpangan sosial, adalah sesuatu yang dianggap salah dan tidak sesuai dengan
nilai atau norma suatu masyarakat. Sebagai suatu yang tercela dan di luar batas
toleransi, atau semua tindakan yang menyimpangan dari norma yang berlaku dalam
sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu
untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
3.2 Saran
1.
penting bagi seorang perawat untuk mempelajari tentang nilai atau norma. Sebagai seorang yang bertugas menjadi pemenuh
kebutuhan dasar pasiennya, ia harus dengan sangat hati-hati menyentuh nilai dan
norma yang dipegang oleh pasiennya. Karena jika tidak, maka proses keperawatan
yang dijalankannya kepada pasiennya tidak akan berjalan dengan baik atau
mendapatkan hambatan.
2.
selain mempelajari dan menghargai nilai dan norma kliennya, seorang perawat
juga harus mengingat dan memegang kembali nilai dan norma yang dimilikinya.
Bagaimana mungkin ia bisa memahami nilai dan norma yang dianut oleh orang lain,
sementara ia sendiri tidak memiliki atau tidak mengahargai nilai dan normanya
sendiri.
3.
penyimpangan sosial dalam praktik keperawatan manjadi sesuatu yang sangat susah
sekali untuk dihilangkan, kadangkala seorang perawatan mengalami pilihan yang
sangat dilematik karena hal ini. Ia harus
menghormati kode etik dan kewenangannya, juga masyarkat yang membutuhkan tenaga
keperawatannya. Dengan mempelajari nilai dan norma secara mendalam, seorang
perawat bisa memikirkan kembali untuk tidak melakukan malpraktik keperawatan.
4.
semoga tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi para penyusun dan rekan-rekan
mahasiswa lainnya. Dan semoga bisa menjadi sebuah referensi dalam proses
pembelajaran mata ajar Sosiologi. Walaupun tidak secara sempurna dan menyeluruh
pembahasan mengenai nilai dan norma.